lihat juga

Thursday, January 24, 2013

Gamawan Fauzi

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan, kasus korupsi yang melibatkan banyak kepala daerah mulai kabupaten/kota sampai provinsi merupakan konsekuensi kesalahan bersama. Yakni, individu calon kepala daerah, institusi partai politik, dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mencegah dan menghentikannya, calon kepala daerah seharusnya tidak dibebani uang.

Selain itu, harus ada Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mensyaratkan pencalonan secara ketat, serta perubahan sikap dan orientasi partai politik pengusung calon dan ketulusan masyarakat pendukung calon kepala daerah. Hal itu diungkapkannya saat dihubungi Kompas di Jakarta. Sebelumnya, ia diminta tanggapan dan upayanya mencegah terjadinya korupsi oleh kepala daerah, yang selama 10 tahun terakhir ini tercatat 17 kepala daerah dari 33 provinsi di Indonesia terindikasi kasus korupsi.

"Jangan bebani calon kepala daerah mana pun dan siapa pun untuk menanggung materi sebelum, selama pemilihan kepala daerah, apalagi setelah ia menjadi kepala daerah," kata Gamawan. "Andaikata terpilih menjadi gubernur dan ia harus mengganti dana yang ia keluarkan selama proses sampai terpilih sebesar Rp 60 miliar, coba dari mana uang itu harus dikembalikan, minimal Rp 1 miliar sebulannya? Padahal, gajinya hanya Rp 8,7 juta saja?"

Gamawan menyebutkan, mungkin saja ia harus membayar utangnya kepada bank atau pihak tertentu atau membalas budi pengusaha yang telah menjadi sponsornya selama proses pencalonan, kampanye sampai proses pemilihan. "Atau jangan-jangan, memperoleh dananya dari cara yang tidak sah atau melanggar hukum. Tentu, itu semua memiliki konsekuensi yang besar di kemudian hari. Apalagi saat ia menjadi kepala daerah," tambah Gamawan.

Parpol harusnya mendanai, Oleh sebab itu, ia berharap, jangan sampai partai politik meminta bayaran dari para calon yang akan diusungnya, yang juga menyebabkan beban tanggungan materi yang harus dipikul oleh calon. "Karena itu, partai politik harus mengubah sikap dan orientasinya selama ini. Jangan lagi meminta materi atau bayaran dari calon, tetapi seharusnya justru membiayai calonnya yang dianggap berkualitas dan didukung oleh masyarakat," ujar Gamawan.

Masyarakat, lanjut Gamawan, juga harus memiliki kerelaan dan ketulusan jika memang mendukung calonnya yang dianggap berkualitas dan bisa memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerahnya. "Jangan sedikit-sedikit minta dana dari calon kepala daerah. Untuk pasang spanduk, umbul-umbul atau bendera calonnya, tidak tulus dilakukannya. Akan tetapi, malah minta imbalan dulu sebagai upah memasangnya. Seolah-olah calon kepala daerah itu hartawan dan miliarder yang pasti dan harus memberikan imbalan atau uang yang berlebihan untuk sekadar ongkos mendukungnya," ungkap Gamawan.

Seharusnya, lanjut Gamawan, jika masyarakat benar-benar mendukung calon kepala daerah, keluarkan dana sendiri dulu atau bergabung dengan kelompok masyarakat lain untuk mencari pendanaannya. Misalnya, membuat malam dana, malam dukungan, atau semacamnya agar masyarakat kelompok pendukung calon, seperti organisasi atau part ai politik memiliki dana untuk menjual calonnya.

"Sebab, kalau nanti calon kepala daerah terpilih, tentunya, kan, dia memiliki utang untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat di sana seperti soal pajak, listrik, atau pelayanan publik lainnya," jelas Gamawan. Cacat moral jadi syarat, Menurut Gamawan, dari sisi pranata hukum, pihaknya saat ini menggodok ketentuan pasal mengenai salah satu persyaratan menjadi calon kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memiliki cacat moral selain juga aturan berkampanye, adanya program, dan mekanisme pencalonan.

"Kalau seorang calon sudah menjadi terdakwa, pencalonannya harus gugur. Kalau dia memaksa ikut dan menang, dengan dasar cacat moral yang disandangnya karena sudah berstatus hukum terdakwa itu, ia bisa dianulir," ujarnya. Disebutkan Gamawan, rancangan perubahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kini dipecah menjadi rancangan UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Desa, serta UU tentang Pemilihan Kepala Daerah.

"Semuanya masih digodok dan nantinya diharmonisasi sebelum disampaikan kepada Presiden. Kami harapkan, tahun ini, ketiga UU itu bisa diselesaikan," jelas Gamawan. Gamawan mengakui, seperti dalam kasus Wali Kota Tomohon, setidaknya ada dua kasus lainnya dengan status terdakwa dugaan korupsi, yaitu Bone Bolango, Gorontalo, dan Bupati Boven Digul. "Yang dua sudah menang dalam pilkada dan yang satu menunggu pilkada," kata Gamawan lagi. Demikian catatan online dari admin Blog Kanghari tentang Gamawan Fauzi.

ads

Ditulis Oleh : gdfysx Hari: 9:30 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

surf