lihat juga

Friday, January 11, 2013

ilman Zeid GURU INDONESIA

Pilkada Semestinya Ciptakan "AKAR" Pendidik

Oleh Ilman Zeid, S.Pd.

Pegawai Negeri Sipil (PNS)- Guru di Indonesia pada umumnya

dan di daerah khususnya menyambut pesta demokrasi "Pilkada" dengan

sikap yang bervariasi. Sikap tersebut antara lain "optimis" akan

memperoleh jabatan dengan mudah tanpa harus direpotkan dengan prestasi

kerja dalam bidang pekerjaannya. Terbayang olehnya pundi-pundi rupiah

akan mengalir deras ke brankas yang telah dipersiapkan sebelumnya

selain gaji bulanan.

Fungsi guru sebagai agen pembelajaran kini bertambah lagi

sekalipun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Fungsi yang dimaksudkan adalah sebagai agen politik

terselubung dalam bentuk komunitas "Sahabat si Anu" atau "Tim sukses

Pos Pemenangan si Badu. " Pasca Kampanye Pilkada, aparatur Negara ini

dikondisikan untuk saling mencurigai. Ada guru yang biasanya akrab

kini mulai agak renggang. Sebab, kemesraan dalam pertemanan agak

terusik oleh jargon-jargon indah yang sarat muatan politis. Tidak

dinafikan, ada juga PNS-Guru yang teguh dengan pendirian bahwa ia

tetap memposisikan dirinya dalam lingkup netralitas sejati. Ia tidak

ingin jabatan dengan meminta atau mengemis apalagi dengan membangun

komunitas politik terselubung.

Salah satu pencapaian karier seorang guru antara lain

menjadi kepala sekolah. Namun, sangat disayangkan guru-guru yang

memiliki kompetensi pemimpin (cerdas, jujur, mengayomi, cinta

pendidikan) tidak dilirik untuk jadi pemimpin. Justru, oknum guru yang

memiliki jiwa bisnis (untung dan rugi) dan jiwa darah muda yang lebih

giat untuk mencapai jabatan tersebut dengan berbagai upaya, misalnya

dengan menggabungkan diri secara tersembunyi dalam selimut politik

praktis. Atau dengan membangun relasi dalam hubungan kesukuan dan

kekerabatan. Para guru yang sadar bahwa ia seorang pendidik, tetap

dalam kesetiaannya. Mereka tidak peduli lagi siapa pun yang akan

menjadi kepala sekolah. Bagi mereka, jabatan kepala sekolah

seolah-olah bukan lagi bagian dari lingkup pendidikan, melainkan

menjadi sesuatu yang tidak dipentingkan.

Akhir-akhir ini, sangat jarang terjadi pelantikan kepala

sekolah yang berasal dari guru yang memiliki potensi pemimpin. Pada

umumnya kepala sekolah yang dilantik justru berasal dari kepala

sekolah juga. Dengan demikian, bukan kepala sekolahnya yang dilantik

melainkan tempat tugasnya yang baru. Sekolah-sekolah yang memiliki

jumlah siswa terbanyak menjadi incaran, sebab dana yang mengalir

semakin banyak pula. Netralitas pendidik benar-benar terusik dan diuji

dengan sistem.

Mencermati hal tersebut, seyogianya jabatan kepala sekolah

diusulkan, dan dipromosikan oleh guru yang berada dalam sekolah

tersebut. Dengan demikian, kepala sekolah dalam suatu lembaga

pendidikan secara bulat didukung oleh seluruh guru. Dana yang

dialokasikan untuk operasional sekolah pun akan terkawal dengan baik

dan digunakan sesuai kebutuhan sekolah. Selama ini, besar-kecilnya

dana yang diterima sekolah hanya diketahui oleh satu orang yaitu

kepala sekolah sebagai pemegang hak veto tunggal.

Besar sekali harapan guru terhadap pergantian kepemimpinan

(Walikota dan Bupati). Walikota dan Bupati terpilih diharapkan peduli

dengan kelangsungan lembaga pendidikan (sekolah). AKAR pendidik

betul-betul diciptakan pada satuan pendidikan mulai dari PAUD sampai

SMA. Mentalitas pendidik harus dikembalikan kepada fitrahnya yaitu

AKAR (Anti Korupsi dan Anti Rekayasa). Sehingga guru yang terpilih

menjadi kepala sekolah benar-benar memiliki mentalitas pemimpin yang

jujur, cerdas, kerja cerdas dan mengayomi yang dipimpin. Dengan

demikian, anggaran/ dana Negara terselamatkan dari praktik-praktik

korupsi dan rekayasa kegiatan.



Nama : ilman Zeid

Alamat : Kota jambi

ads

Ditulis Oleh : gdfysx Hari: 2:34 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

surf