lihat juga

Friday, January 18, 2013

Satu Lagi Kisah Pilu Penyiksaan

Satu lagi kisah pilu penyiksaan datang dari seorang mantan tenaga kerja wanita, Haryatin, yang pernah bekerja di Arab Saudi. Kini, mata Haryatin nyaris buta. Hanya sinar senter yang bisa dilihatnya. Dan Haryatin berharap keadilan menghampirinya.

Didampingi sejumlah anggota Komisi IX, Haryatin menyampaikan derita yang dialaminya, Senin petang, di Gedung DPR, Jakarta. "Saya sudah tidak bisa lihat apa-apa lagi. Cuma cahaya senter yang bisa saya lihat. Saya sering dimarah-marahi. Bulan kedua saya dipukuli," kisah wanita warga Blitar berusai 32 tahun ini.

Berdasarkan data dan kronologi yang dirilis Migrant Care, disebutkan bahwa Haryatin mendaftar pada November 2006 melalui PT Kemuning Bunga Sejati untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT) Migran ke Arab Saudi dengan membayar biaya Rp 750.000. Haryatin memiliki kemampuan berbahasa Arab dan telah bekerja di Arab Saudi sebanyak 3 kali.

Setelah 1 bulan di penampungan, ia berangkat ke Arab Saudi pada 12 Desember 2006. Sesampainya disana, Hariyatin dibawa ke tempat majikannya bernama Fatma. Padahal, dalam kontrak yang ditandatanganinya, majikan Hariyatin seharusnya bernama Haya Mubarok Said Adusry.

Di rumah majikannya, Fatma, Haryatin mulai bekerja pukul 04.00 pagi. Ia melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga hingga larut malam. Sampai bulan pertama, majikannya mulai memarahi karena menilai tidak cakap bekerja. Hariyatin pun mengalami sejumlah pukulan dan berusaha lari.

"Saya berusaha melarikan diri pada bulan ketujuh. Tapi sempat jatuh dari tingkat dua dan jatuh di halaman tetangga. Selama disana tidak digaji. Kontrak 2 tahun, tapi bekerja disana 3 tahun 7 bulan," kata Haryatin.

Ia berusaha menghubungi suaminya, Samsul Hadi, di Tanah Air. Namun, usaha Haryatin diketahui majikannya. Keluarga di Indonesia langsung melapor ke PJTKI yang memberangkatkan Haryatin. Berbagai penyiksaan yang dialami menyebabkan Haryatin kehilangan fungsi penglihatannya. Haryatin kembali ke Indonesia setelah majikannya menitipkan ke seorang warga Indonesia asal Bojonegoro, Jawa Timur.

Atas tindakan yang dialaminya, Haryatin menuntut pemerintah Indonesia agar melakukan protes kepada negara Arab Saudi atas kejahatan kemanusiaan dan perbuatan kriminal yang dialaminya. Haryatin juga meminta majikannya diajukan ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman dan membayar jaminan hidup dalam kondisi cacat seumur hidup Rp 1 miliar.

Anggota Komisi IX, Rieke Dyah Pitaloka mengatakan, komisinya akan mendampingi Haryatin dalam menuntut hak-haknya. Untuk pengobatan Haryatin, Komisi IX juga akan membantu upaya penyembuhan di rumah sakit mata.

"Kami akan follow up terus langkah yang dilakukan kementerian terkait. Haryatin pernah mengadukan kasusnya ke BNP2TKI tapi dikasih 5 juta. Padahal, dia berharap ada keadilan dan majikan yang menyiksa diproses hukum," kata Rieke.

Wakil Ketua Komisi IX, Supriyatno, mengatakan, pihaknya tetap mendorong moratorium pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi dan penyelesaian tuntas sejumlah kasus yang dialami TKI. "Hari Rabu kami akan mengirimkan surat ke sejumlah kementerian dan instansi terkait agar kasus-kasus ini segera diselesaikan," ujarnya. Demikian catatan online dari admin Blog Kanghari tentang Satu lagi kisah pilu penyiksaan.

ads

Ditulis Oleh : gdfysx Hari: 8:30 AM Kategori:

0 comments:

Post a Comment

surf